Monday 3 September 2012

TIRAI MASA LALU



Aku memakan lahap steak sirloin double yang menjadi makanan favorit kami dulu. Tapi saat ini berbeda, kami makan bersama, disini.. untuk hal yang lain.
“Jadi ada apa kamu menghubungiku?”
“Aku ingin meminta maaf..”
“Wow, baru sadar ya mas? Kemana aja dari dulu ?”
“Aku menyesal Ana, sungguh..”
“Yaya, aku tak akan memercayai kata-katamu lagi”
“Tolong.. berikan aku kesempatan untuk menjelaskannya”
“Kesempatan? Ga ada kesempatan kedua, ga ada penjelasan lagi karna semua sudah jelas, kamu mencintanya, jadi, untuk apa?” Aku meminum milkshake vanilla kesukaanku sambil memasang mimik wajah tak peduli
“Tapi, itu semu. Percayalah, aku lebih mencintaimu beribu-ribu kali”
“Ow yeah? Itu berarti benar. Wanita mana yang ingin cintanya diduakan? Ga ada! Kamu ga ngerti gimana rasanya jadi aku!”
“Ya, aku tau aku salah, karna itu aku ingin meminta maaf”
“Maaf? 2x. Sampai seribu kalipun aku tak akan peduli. Aku memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan semua yang telah kamu lakukan kepadaku”
“Maaf...” Ia menatap mataku dengan putus asa
“Jadi mau kamu apa? Balikan ? ga bisa! Aku ga akan pernah mau balikan sama orang yang udah jelas-jelas nyakitin aku dan untuk kesekian kalinya bukan untuk satu atau dua kali” Nadaku meninggi. Alfian menundukkan kepalanya. Yaya, aku tau, dia putus asa membujukku untuk memercayainya. Aku bisa membacanya, tapi aku benci melihatnya! Aku muak dengan semua yang telah terjadi. Aku ingin dia berhempas pergi dari mataku sekarang. Rasa sakit itu.. Sial, masih terasa.
“Maafkan aku..” ucapnya sedikit lirih
“Semudah itukah ? Maaf, aku ga bisa!” Aku menghempaskan kakiku dan meninggalkan ia sendiri duduk dibangku nomor 21.
***
“Yeahh, aku senang! Kali ini aku menang. Meninggalkannya sendiri dengan wajah penuh penyesalan, bukankah itu adalah moment yang tepat untuk membalas rasa sakitku?, perfect!” Walau aku tau aku masih mencintainya. Tapi aku harus mengubur dalam-dalam perasaan ini padanya. Berangsur-angsur kebencian itu mulai tertanam. Apalagi.. semenjak hadirnya wanita itu. Semenjak aku melihat mereka berpelukan dihadapanku!! Aku muak, ya muak dengan pemandangan itu. Rasanya seperti tertusuk 7 jarum  yang bergantian menusukku dengan bagian-bagiannya yang paling tajam. Aku ingin menangis tapi aku berhasil menahannya demi harga diriku. Aku tak habis pikir Alfian akan sekejam itu melakukannya terhadapku. Apakah dia lupa dengan semua janji-janjinya? “Aku ingin terus bersamamu” hah! Omong kosong!. Semenjak kejadian itu, aku putus dengannya. Aku mulai menyibukkan diri dengan mengikuti kegiatan theater sekolah. Serta mempertajam jadwal belajarku untuk persiapan tes Leiden University Full Scholarship. Aku senang, kehadiran Alfian didalam benakku mulai memudar. Terkunci dan mulai terkubur jauh, menjauhi isi pikiran dan benakku.
***
Sore ini aku berniat mengunjungi salah satu Book Store di Bogor. Saat tiba di lokasi terpampang jelas papan nama GRAMEDIA BOGOR. Dan, shit. Aku teringat hari itu.. Saat ia membelikanku sebuah diary simple dan sebuah novel berjudul “Cincin”.  Dihari itu pula, ia memberikanku sebuah cincin perak sebagai tanda keseriusan hubungan kami. Memang, saat itu kami berencana untuk bertunangan setelah lulus SMA. Aku mengangkat jemari tangan kiriku dan memerhatikan cincin yang masih terlingkar di jari manisku. Rasanya aku ingin melepas dan melempar cincin itu jauh dari hadapanku, tapi...
“tiiiitttt” Sebuah klakson mobil berbunyi. Aku tersentak kaget dan meminggir dari posisiku yang agak menjorok ke tengah jalan. Kini aku berada tepat di depan pintu Book Store tersebut. Tapi, untuk beberapa alasan, aku mengurungkan niatku untuk masuk ke dalam. Aku memutuskan untuk berjalan menuju Taman Kota.
Aku menelusuri jalan-jalan Kota, menapakkan kaki di atas aspal merah sambil memerhatikan setiap inci sudut-sudut Kota. Beruntung sekali, sore ini cerah dan sejuk. Aku menikmati saat ini, detik ini.. Beberapa langkah lagi aku sampai di Taman Mawar. Waktu tak terasa, secepat atau selambat apapun aku tak peduli dalam kondisi seperti ini yang aku pikirkan hanyalah “aku nyaman”. 3 langkah lagi.. maka aku  akan benar-benar sampai.  Aku menuju sebuah bangku yang terbuat dari kayu jati tua yang menarik perhatianku. Posisinya tepat berada dibawah pepohonan dan akupun duduk disana. Tak seperti biasanya, sore ini tak banyak orang yang datang, tapi entahlah.. aku tidak peduli.
Aku menikmati udara segar kala itu dan membuka sebagian isi tasku. Ada modul, buku, tempat pensil dan alat tulis lainnya. Sebuah dompet anime kesayanganku dan.. sebuah diary. “Ow yeah, great.” Aku mengambil keluar diary itu dan memerhatikan sejenak cover yang bergambar seorang wanita yang sedang duduk sambil membawa payung. Kala itu hujan, dan tertulis didepan covernya itu “When the rain fall, my heart automatically won’t fall because i enjoy it. Life is simple”.  Aku mulai membuka halaman depan lalu halaman kedua, ketiga, keempat dan begitupun seterusnya, hingga aku sampai pada halaman yang bertuliskan “Aku mencintaimu dan akan tetap seperti ini sampai selamanya” –Alfian, 21092011.
“Bohong!!” dengan refleks aku membanting diary itu ke aspal tepat berada dibawah tatapan mataku. Aku tertunduk lesu. Sial, aku mengingatnya lagi.. “Aku bodoh..” masih sambil tertunduk lesu. Mengingat semua itu, tak terasa air mataku terjatuh.
Aku kira aku akan kuat, tapi ternyata aku hanyalah seorang gadis lemah”. (my sassy girl)
Waktu semakin sore, semakin gelap dan dinginpun semakin menyengat. Tapi aku mengabaikan itu, aku masih ingin menangis dan menumpahkan semua emosi dan kecewaku disini. Rintik-rintik hujan mulai turun, membasahi taman dan aku tetap tidak memedulikannya.
“Hujan memang lebih baik dalam keadaan seperti ini..” ucapku dalam hati.
Aku tetap duduk diam hingga hujan mulai deras. Setelah 1 jam disini, menikmati hujan yang turun dengan derasnya, keadaan mood dan rasa sedihku mulai membaik. Tapi tidak untuk kondisi fisikku, aku merasa semakin lemas, wajahku pucat pasi, tubuhku basah kuyup, lalu.. aku nyaris terkulai. Sebelum pingsan dan terjatuh ke aspal, ada seseorang yang menahanku. Aku mencoba memerhatikan wajahnya sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri.  Aku mengenali wajah itu.. ya, aku tau. Wajah itu.. Ricky.
***
Perlahan aku mulai membuka mataku, masih belum terlihat jelas apa yang ada di sekitarku. Lalu akupun menggesek-gesek kedua tanganku ke mata hingga semuanya terlihat jelas. Aku berada di sebuah kamar yang dipenuhi dengan poster-poster game action dan.. sebuah foto lelaki kecil mungil yang tersimpan diatas meja belajar tepat berada disamping tempat tidur yang aku tiduri. Aku masih bingung dengan apa yang aku lihat tapi tiba-tiba seseorang datang dari arah pintu.
“Udah sadar? baguslah” tanya Ricky
“ngg...” aku menjawab dengan nada dan ekspresi kebingungan
“Oww, yeah. Tadi lu pingsan di Taman Mawar, kebetulan gw tadi lewat”
“Oya, gue inget, tapi...” aku memerhatikan baju yang aku pakai “tapi kenapa gue jadi pake baju cowo kaya gini?, elo..”
“Ya enggalah, tadi baju lu basah, jadi gw suruh si bibi buat gantiin baju lu”
“Mmm..” aku melihat jam dinding di kamar Ricky, lalu.. waktu tepat menunjukkan pukul 11 malam “gue harus balik!” jawabku panik
“Ga ada angkot jam segini, lu mau pulang pake apa?”
Aku bergegas dari tempat tidur Ricky, merapikan isi tasku dan bersiap siap untuk.. pulang “Gue balik  sendiri! Thanks udah nolongin”
Aku berjalan menuju pintu kamar Ricky, bergegas menuruni tangga rumahnya dan menuju pintu keluar. Sangat sepi, aku kira semua penghuni rumah ini telah tertidur lelap, kecuali, kami. Saat aku menuju pintu gerbang rumahnya, sebuah motor dari arah garasi menghampiriku
“Mau balik? Nih naik” ucap Alfian
“Tapi..”
“Tapi apa? Gausah keras kepala deh, gw ga bakal ngebiarin cewe malem-malem balik sendiri”
“Oke” dengan senang hati dan sedikit terpaksa aku menerima tawaran itu. Ia mengantarku sampai kedepan rumahku.
***
Sejak kejadian hari itu, aku dan Ricky semakin dekat. Kami sering bercerita satu sama lain kecuali tentang masa laluku bersama Alfian. Bahkan kami melakukan aktivitas bersama. Setiap minggu pagi aku bermain basket dengannya. Aku juga sering bekerja kelompok dengannya,  bercanda, bernyanyi, bermain gitar, bertaruhan, daan lain lain.. pokoknya semuanya!! Aku merasa hari-hariku semakin indah. Dan kenangan pahit yang kurasa dulupun mulai memudar. Aku senang bersamanya, selalu senang.. Dan tidak terasa sudah hampir 3 bulan kami menjalani kebersamaan itu.
-21 Februari 2012, Taman Sekolah
“Ra ?”  Tanya Ricky dengan mimik wajah serius
“Apa ky ?” Jawabku
“Gw suka sama lu..”
“Heee?  Seringaiku heran
“Sebenernya gw suka sama lu semenjak gw nolongin lu waktu itu”
“Terus?” Jawabku singkat
“Dan dari situlah gw kira lu orangnya beda dari cewe-cewe lain”
“Oya?” Pipiku memerah
“Yeah”
“Eh, Serius??” wajahku semakin memerah
“Enggalah ! liat tuh pipi lu udah kaya tomat aja hahahaha”
“Sialan luuu” Jawabku sambil melempar bola kertas ke arah Ricky
“ga kenaaa :pppp” ejek Ricky
“uhh, udah ah gue mau balik” Aku berdiri sambil membenarkan posisi ranselku
“Gw anterin ya?”
“Ga ah” Tanpa menghiraukannya, aku bergegas pergi menuju gerbang sekolah
Aku menaiki angkutan umum seperti biasanya, dan hari ini.. aku berniat untuk mengunjungi Taman Mawar . Dibangku yang sama, jam yang sama, tindakan yang sama dan suasana yang sama. Hening dan berkabut.
“Mengapa suasana seperti ini yang selalu aku dapatkan ditanggal 21?”  
“Entahlaaah” sahut seorang lelaki bertopi hitam yang menghampiriku
“Alfian?” Sahutku
“Ya” Jawab ia sambil membuka topi yang ia kenakan
Aku berdiri dan bersiap untuk bergegas pergi, tapi tiba-tiba ia memegang tangan dan menarikku kembali ke tempat duduk semula.
 “haaah” aku menghela nafas panjang
 “Bellaura Anastasia, dengan sepenuh hati dan seluruh isi jiwa dan ragaku, tolongg.. maafkan aku”
“Ga bosen minta maaf terus?” Jawabku singkat
“Aku tak akan jera sampai kau benar-benar memaafkanku, Ana..”
Hah, panggilan itu lagi, “Ana” bukankah kita sudah putus?. Ucapku dalam hati
“Aku sudah memaafkanmu, lalu?
“Lalu, maukah kamu mendampingi hidupku lagi?”
 “In your dream” ucapku kecut.
Sebenarnya aku tidak ingin mengucapkan kalimat ini kepadanya. Sungguh, aku masih mencintainya tapi, rasa sakit itu terlalu sulit untuk dihapus bahkan besarnya cintaku padanyapun tak mampu untuk menghapus rasa sakit itu.
“Laura!!” Sahut seseorang dari arah jalan masuk utara Taman. Aku berdiri sambil menyambutnya menghampiriku, Ricky..
“Siapa dia, Ana?” tanya Alfian
“Siapa dia? Well well well this is my new boyfriend. Ricky, kenalin ini Alfian”  Aku tau sebenarnya Ricky kebingungan dengan kejadian saat ini tapi aku tau dia dapat menyesuaikannya
“Oh well, jadi ini yang sering kamu ceritain Ra?
“Iya, dia, my ex-boyfriend yang terhormat”
“Oww, kenalin, gue Ricky”
Tapi Alfian hanya tertunduk diam. Aku tau apa yang ia pikirkan tapi aku ingin ia merasakan hal yang sama. Setidaknya, walau hanya sedikit. Aku memeluk tubuh Ricky dengan mesra
“Sayang..” sahutku
“Ya sayang?”
“Please dont like him okay? I love you”
“With my pleasure Nona, I love you too” Ricky mengecup mesra tangan kananku.
“Jadi apa yang akan kamu lakukan sekarang? Mengemis? Kasihan” gerutuku pada Alfian
Tapi ia tetap diam, aku tau dia sakit melihat ini. Walau mungkin tak sesakit yang aku rasakan, tapi cukuplah.
“Aku pergi sekarang” Sampai aku bergegas pergipun ia tak menatapku sama sekali !! oh Great.
***
Selama satu minggu aku tak mengaktifkan handphoneku, tak memberi kabar apapun pada Ricky dan tak menemuinya saat di sekolah. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Aku membuka email dan mengecek pesan-pesan yang masuk hanyalah sebuah kalimat singkat “Temui aku jam 4 sore di Taman”, Sender : Ricky
“Baiklah aku akan menemuinya” Gumamku dalam hati. Aku akan berdandan secantik mungkin dan memakai gaun dengan potongan khas eropa berwarna putih. Aku tak akan memakai baju kotak-kotak kesukaanku dengan pasangan celana jeans  hitam panjang, kaos pendek ataupun sepatu tali dan atau semacamnya tapi kali ini aku akan menunjukkan bahwa aku benar-benar berbeda. Dan itu akan kupakai sebagai alasanku jika ia bertanya.. “Mengapa kau selama satu minggu ini?” yeah jawaban yang cukup akurat untuk menawabnya. Sempurna!
Taman Mawar : 16.15
Aku menemuinya.. dari kejauhan beberapa meter aku dapat melihatnya diam di bangku seperti biasa. Sore ini tak seperti sore-sore sebelumnya yang mendung dan berkabut. Sore ini indah dengan lembayung matahari yang menguning mewarnai sudut-sudut taman. Sore ini indah dengan udara yang sejuk dan angin sepoi-sepoi. Aku menghampirinya..
“Hai Alfian” Aku menyapanya dengan penuh semangat
“Hai” jawab Alfian singkat. Tapi aku suka gayanya, sore ini. Ia terlihat cool dan memesona. Dan itu membuatku sedikit tertarik dengannya. Aku duduk disampingnya dan memerhatikan detail-detail wajahnya secara perlahan. “Sungguh dia sangat tampan” gumamku dalam hati.
“Lu ngapain ngeliatin gw?” sahut alfian. Aku sedikit terkejut dan malu.
“Ngeliatin lo? Siapa juga!” belaku sambil berusaha menyembunyikan dua bola merah yang menempel dipipiku. Sial, aku.. blushes!
Suasana yang tadinya dingin perlahan mulai menghangat dengan percakapan tersebut.
“Jadi?” Tanyaku
“Jadi kenapa lu gak ngehubungin gw selama ini?”
“Terus kalo gue ga ngehubungin elo selama ini emang kenapa? Gue kan bukan cewe lo!”
Alfian terdiam. Mungkin ia bingung dengan pertanyaanku. Tapi memang benar bukan? Kami hanya sebatas teman. Tak kurang dan tak lebih.. Walau jujur, kedatangannya kedalam kehidupanku membuatku sedikit warna dibanding hari-hari sebelum aku dekat dengannya.
“Laura..” Sahut Alfian diiringi dengan nafas panjang, “aku mencintaimu..” Tatapan matanya mengarah tepat kedalam tatapan mataku. Aku tak pernah melihatnya seserius ini.
“Eeh? Hmm” Aku terlihat salah tingkah. “Gue tau ko lu pasti bercanda lagikan? hehe” ceringaiku sambil berusaha untuk menutupi rasa salah tingkahku
“Laura.. Kali ini gue serius”. Aku terdiam sejenak, bingung dan aku benar benar tidak tahu harus mengatakan apa
“Gue.. gue harus pergi sekarang!”. Entahlah tapi kalimat itu terlontar otomatis dari mulutku. Akupun berdiri dan bersiap-siap tanpa menyembunyikan rasa panik yang sedang menyelimuti tubuh dan perasaanku.
“Laura..” Ricky berdiri dan tanpa ragu ia memelukku. Pelukannya terasa hangat sama seperti saat aku dan Alfian berpelukan disini, ditempat yang sama. Ketika aku dan Alfian merayakan hari jadi kami yang kedua tahun. Aku benar-benar luluh. Aku merasa.. Ricky adalah tempat yang tepat untuk mengadu kasih setelah aku gagal menjalani hubungan itu dengan Alfian. Ricky, aku.. aku benar-benar luluh.
“Aku..” jawabku
“Kau tak perlu menjawabnya, aku akan bersamamu. Kali ini aku memaksa, percayalah padaku”.
Kalimat itu membuatku semakin luluh terhadapnya. Bukankah ia adalah sosok seorang pria idaman? Berparas tampan, manis dan sedikit berkumis tipis. Berpostur tinggi dan gagah. Seseorang yang gentleman, sedikit misterius dan menawan.
Detik ini adalah saat-saat yang tak dapat kupercayai. Aku tak pernah mengira lebih soal hubungan kami selama ini. Setelah beberapa lama aku mengenalnya, aku tau dia memiliki kenangan yang sama pedih denganku. Aku tau aku bukan cinta pertamanya, Ricky tak mudah untuk menerima wanita yang datang pergi menghampirinya. Setidaknya.. dia memiliki pendirian. Dan aku dapat melihatnya walau tak seutuhnya tapi.. Aku akan berusaha mengenalnya lebih dalam!
Aku membalas mesra pelukan Ricky dan aku benar-benar nyaman. Pelukannya semakin erat dan kami benar-benar menikmati moment ini.
***
Aku tak pernah mengiyakan soal itu. Aku hanya menjalani alur cerita yang ada dalam skenario hidupku saat ini. Yang aku tahu, saat ini aku bersama Ricky, tanpa kepastian apapun kami menjalani hubungan itu layaknya sepasang kekasih.
Detik jam terus bergulir aku menuliskan cerita-ceritaku ke dalam diary. Aku pikir menuliskan semua yang telah terjadi atau menuliskan sesuatu yang sedang aku rasa, aku pikirkan dan aku nikmati saat ini menjadikan kesan tersendiri bagiku, nanti. Tiga hari semenjak Ricky mengungkapkan perasaannya kepadaku, dia tak pernah menemuiku lagi. Mungkin dia sibuk, entahlah.. dia tak menghubungiku sama sekali. Tapi aku tak terlalu memikirkan itu. Yang terpenting bagiku sekarang adalah menjalani semua rencanaku. Aku akan belajar keras untuk memasuki universitas Leiden di Netherland tahun depan dan mengambil fakultas Social and Behavioural Sciences. Disamping itu aku akan menemukan keluargaku dari garis keturunan Van Louyen. Bukankah itu adalah rencana yang briliant?
Jalan Ardijaya : 14.15
Aku berjalan di sekitar komplek Perumahan Baynes yang letaknya tak jauh dari sekolahku. Aku hanya mengikuti kemana arah kakiku beranjak. Aku senang saat seperti ini. Berjalan sendiri dalam keheningan diiringi suara kicau burung yang menghiasi nada yang masuk ke telingaku. Bagiku itu adalah suatu kenikmatan, karna aku suka hening. Aku terus berjalan menelusuri jalan Ardijaya dan larut dalam pikiranku tanpa memikirkan keadaan sekitar. Sampai akhirnya terdengar suara seseorang memanggil namaku.
“Laura!” . Aku amat mengenali suara itu.. Ricky. Aku segera membalikkan tubuh dan mengarah tepat ke arah Ricky. Ia berlari menghampiriku, nafasnya sedikit tersengal-sengal. Sesampainya dihadapanku ia menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya. Tanpa sepatah katapun ia tetap berjalan sambil memegang tanganku. Ketika sampai disebuah bangku Taman sekitar, ia berhenti dan menyuruhku untuk duduk disampingnya.
“Kamu ngikutin aku?” tanyaku polos
“Aku nyariin kamu, ngerti?” jawab Alfian
“Engga” jawabku singkat. Siang ini ia terlihat begitu menyebalkan. Datang dan menghampiriku setelah 3 hari tak bertemu dan ia tak memberitahuku alasannya kemana ia selama 3 hari ini.
“Kamu marah?” tanya alfian
“Engga” jawabku tetap singkat
“Kamu kangen?” lagi dan lagi pertanyaan seperti itu yang terlontar dari mulutnya
“......” aku hanya terdiam tak mampu menjawab pertanyaan konyol tersebut. Sedikit rasa rindu tapi.. aku malu mengungkapkannya. “Ingat, jual mahal Lauraaa” gumamku dalam hati
“Oke, kalau gitu kamu kangen” ucap Ricky dengan Pdnya
“Oya? Buktinya?”
“Buktinya sekarang pipi kamu merah lagi hahahaha” 
“Sial.. aku blushes lagi dan lagi” ucapku dalam hati. “Ih apasih ga lucu tau. Udah ah aku mau pulang!” gerutuku sambil berdiri dari bangku tempat ku duduk.
“A a, tidak bisa. Kau harus mengikutiku hari ini. Untuk satu hari ini kau harus benar-benar menemaniku” jawab Alfian
“Kenapa harus aku?”
“Karna kamu pacar aku. Karna aku sayang kamu, karna aku..”
“Cukup.  Baiklah, aku akan menemanimu. Jadi ?”
“Jadi, kita ketemu lagi disini nanti. Tepat jam 7 malam, oke?”
“Emang kita mau kemana?”
“Ada deh, pokoknya dateng aja dulu, oke?”
“ngg...” jawabku bingung
*****
to be continue hahahahaha