Aku memakan lahap steak sirloin
double yang menjadi makanan favorit kami dulu. Tapi saat ini berbeda, kami
makan bersama, disini.. untuk hal yang lain.
“Jadi ada apa kamu
menghubungiku?”
“Aku ingin meminta maaf..”
“Wow, baru sadar ya mas? Kemana
aja dari dulu ?”
“Aku menyesal Ana, sungguh..”
“Yaya, aku tak akan memercayai
kata-katamu lagi”
“Tolong.. berikan aku kesempatan
untuk menjelaskannya”
“Kesempatan? Ga ada kesempatan
kedua, ga ada penjelasan lagi karna semua sudah jelas, kamu mencintanya, jadi,
untuk apa?” Aku meminum milkshake vanilla kesukaanku sambil memasang mimik
wajah tak peduli
“Tapi, itu semu. Percayalah, aku
lebih mencintaimu beribu-ribu kali”
“Ow yeah? Itu berarti benar.
Wanita mana yang ingin cintanya diduakan? Ga ada! Kamu ga ngerti gimana rasanya
jadi aku!”
“Ya, aku tau aku salah, karna itu
aku ingin meminta maaf”
“Maaf? 2x. Sampai seribu kalipun
aku tak akan peduli. Aku memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan semua
yang telah kamu lakukan kepadaku”
“Maaf...” Ia menatap mataku
dengan putus asa
“Jadi mau kamu apa? Balikan ? ga
bisa! Aku ga akan pernah mau balikan sama orang yang udah jelas-jelas nyakitin
aku dan untuk kesekian kalinya bukan untuk satu atau dua kali” Nadaku meninggi.
Alfian menundukkan kepalanya. Yaya, aku tau, dia putus asa membujukku untuk
memercayainya. Aku bisa membacanya, tapi aku benci melihatnya! Aku muak dengan
semua yang telah terjadi. Aku ingin dia berhempas pergi dari mataku sekarang.
Rasa sakit itu.. Sial, masih terasa.
“Maafkan aku..” ucapnya sedikit
lirih
“Semudah itukah ? Maaf, aku ga
bisa!” Aku menghempaskan kakiku dan meninggalkan ia sendiri duduk dibangku nomor
21.
***
“Yeahh, aku senang! Kali ini aku
menang. Meninggalkannya sendiri dengan wajah penuh penyesalan, bukankah itu
adalah moment yang tepat untuk membalas rasa sakitku?, perfect!” Walau aku tau
aku masih mencintainya. Tapi aku harus mengubur dalam-dalam perasaan ini
padanya. Berangsur-angsur kebencian itu mulai tertanam. Apalagi.. semenjak
hadirnya wanita itu. Semenjak aku melihat mereka berpelukan dihadapanku!! Aku
muak, ya muak dengan pemandangan itu. Rasanya seperti tertusuk 7 jarum yang bergantian menusukku dengan
bagian-bagiannya yang paling tajam. Aku ingin menangis tapi aku berhasil
menahannya demi harga diriku. Aku tak habis pikir Alfian akan sekejam itu
melakukannya terhadapku. Apakah dia lupa dengan semua janji-janjinya? “Aku
ingin terus bersamamu” hah! Omong kosong!. Semenjak kejadian itu, aku putus
dengannya. Aku mulai menyibukkan diri dengan mengikuti kegiatan theater
sekolah. Serta mempertajam jadwal belajarku untuk persiapan tes Leiden
University Full Scholarship. Aku senang, kehadiran Alfian didalam benakku mulai
memudar. Terkunci dan mulai terkubur jauh, menjauhi isi pikiran dan benakku.
***
Sore ini aku berniat mengunjungi
salah satu Book Store di Bogor. Saat tiba di lokasi terpampang jelas papan nama
GRAMEDIA BOGOR. Dan, shit. Aku teringat hari itu.. Saat ia membelikanku sebuah
diary simple dan sebuah novel berjudul “Cincin”. Dihari itu pula, ia memberikanku sebuah
cincin perak sebagai tanda keseriusan hubungan kami. Memang, saat itu kami
berencana untuk bertunangan setelah lulus SMA. Aku mengangkat jemari tangan
kiriku dan memerhatikan cincin yang masih terlingkar di jari manisku. Rasanya
aku ingin melepas dan melempar cincin itu jauh dari hadapanku, tapi...
“tiiiitttt” Sebuah klakson mobil
berbunyi. Aku tersentak kaget dan meminggir dari posisiku yang agak menjorok ke
tengah jalan. Kini aku berada tepat di depan pintu Book Store tersebut. Tapi,
untuk beberapa alasan, aku mengurungkan niatku untuk masuk ke dalam. Aku
memutuskan untuk berjalan menuju Taman Kota.
Aku menelusuri jalan-jalan Kota,
menapakkan kaki di atas aspal merah sambil memerhatikan setiap inci sudut-sudut
Kota. Beruntung sekali, sore ini cerah dan sejuk. Aku menikmati saat ini, detik
ini.. Beberapa langkah lagi aku sampai di Taman Mawar. Waktu tak terasa,
secepat atau selambat apapun aku tak peduli dalam kondisi seperti ini yang aku
pikirkan hanyalah “aku nyaman”. 3 langkah lagi.. maka aku akan benar-benar sampai. Aku menuju sebuah bangku yang terbuat dari
kayu jati tua yang menarik perhatianku. Posisinya tepat berada dibawah
pepohonan dan akupun duduk disana. Tak seperti biasanya, sore ini tak banyak
orang yang datang, tapi entahlah.. aku tidak peduli.
Aku menikmati udara segar kala
itu dan membuka sebagian isi tasku. Ada modul, buku, tempat pensil dan alat
tulis lainnya. Sebuah dompet anime kesayanganku dan.. sebuah diary. “Ow yeah,
great.” Aku mengambil keluar diary itu dan memerhatikan sejenak cover yang
bergambar seorang wanita yang sedang duduk sambil membawa payung. Kala itu
hujan, dan tertulis didepan covernya itu “When the rain fall, my heart
automatically won’t fall because i enjoy it. Life is simple”. Aku mulai membuka halaman depan lalu halaman
kedua, ketiga, keempat dan begitupun seterusnya, hingga aku sampai pada halaman
yang bertuliskan “Aku mencintaimu dan akan tetap seperti ini sampai selamanya”
–Alfian, 21092011.
“Bohong!!” dengan refleks aku
membanting diary itu ke aspal tepat berada dibawah tatapan mataku. Aku
tertunduk lesu. Sial, aku mengingatnya lagi.. “Aku bodoh..” masih sambil
tertunduk lesu. Mengingat semua itu, tak terasa air mataku terjatuh.
“ Aku kira aku akan kuat, tapi ternyata aku hanyalah seorang gadis lemah”.
(my sassy girl)
Waktu semakin sore, semakin gelap
dan dinginpun semakin menyengat. Tapi aku mengabaikan itu, aku masih ingin
menangis dan menumpahkan semua emosi dan kecewaku disini. Rintik-rintik hujan
mulai turun, membasahi taman dan aku tetap tidak memedulikannya.
“Hujan memang lebih baik dalam
keadaan seperti ini..” ucapku dalam hati.
Aku tetap duduk diam hingga hujan
mulai deras. Setelah 1 jam disini, menikmati hujan yang turun dengan derasnya,
keadaan mood dan rasa sedihku mulai membaik. Tapi tidak untuk kondisi fisikku,
aku merasa semakin lemas, wajahku pucat pasi, tubuhku basah kuyup, lalu.. aku nyaris
terkulai. Sebelum pingsan dan terjatuh ke aspal, ada seseorang yang menahanku.
Aku mencoba memerhatikan wajahnya sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri. Aku mengenali wajah itu.. ya, aku tau. Wajah
itu.. Ricky.
***
Perlahan aku mulai membuka
mataku, masih belum terlihat jelas apa yang ada di sekitarku. Lalu akupun
menggesek-gesek kedua tanganku ke mata hingga semuanya terlihat jelas. Aku
berada di sebuah kamar yang dipenuhi dengan poster-poster game action dan..
sebuah foto lelaki kecil mungil yang tersimpan diatas meja belajar tepat berada
disamping tempat tidur yang aku tiduri. Aku masih bingung dengan apa yang aku
lihat tapi tiba-tiba seseorang datang dari arah pintu.
“Udah sadar? baguslah” tanya
Ricky
“ngg...” aku menjawab dengan nada
dan ekspresi kebingungan
“Oww, yeah. Tadi lu pingsan di
Taman Mawar, kebetulan gw tadi lewat”
“Oya, gue inget, tapi...” aku
memerhatikan baju yang aku pakai “tapi kenapa gue jadi pake baju cowo kaya
gini?, elo..”
“Ya enggalah, tadi baju lu basah,
jadi gw suruh si bibi buat gantiin baju lu”
“Mmm..” aku melihat jam dinding
di kamar Ricky, lalu.. waktu tepat menunjukkan pukul 11 malam “gue harus balik!”
jawabku panik
“Ga ada angkot jam segini, lu mau
pulang pake apa?”
Aku bergegas dari tempat tidur
Ricky, merapikan isi tasku dan bersiap siap untuk.. pulang “Gue balik sendiri! Thanks udah nolongin”
Aku berjalan menuju pintu kamar
Ricky, bergegas menuruni tangga rumahnya dan menuju pintu keluar. Sangat sepi,
aku kira semua penghuni rumah ini telah tertidur lelap, kecuali, kami. Saat aku
menuju pintu gerbang rumahnya, sebuah motor dari arah garasi menghampiriku
“Mau balik? Nih naik” ucap Alfian
“Tapi..”
“Tapi apa? Gausah keras kepala
deh, gw ga bakal ngebiarin cewe malem-malem balik sendiri”
“Oke” dengan senang hati dan
sedikit terpaksa aku menerima tawaran itu. Ia mengantarku sampai kedepan
rumahku.
***
Sejak kejadian hari itu, aku dan
Ricky semakin dekat. Kami sering bercerita satu sama lain kecuali tentang masa
laluku bersama Alfian. Bahkan kami melakukan aktivitas bersama. Setiap minggu
pagi aku bermain basket dengannya. Aku juga sering bekerja kelompok
dengannya, bercanda, bernyanyi, bermain gitar,
bertaruhan, daan lain lain.. pokoknya semuanya!! Aku merasa hari-hariku semakin
indah. Dan kenangan pahit yang kurasa dulupun mulai memudar. Aku senang
bersamanya, selalu senang.. Dan tidak terasa sudah hampir 3 bulan kami
menjalani kebersamaan itu.
-21 Februari 2012, Taman Sekolah
“Ra ?” Tanya Ricky dengan mimik wajah serius
“Apa ky ?” Jawabku
“Gw suka sama lu..”
“Heee? Seringaiku heran
“Sebenernya gw suka sama lu
semenjak gw nolongin lu waktu itu”
“Terus?” Jawabku singkat
“Dan dari situlah gw kira lu
orangnya beda dari cewe-cewe lain”
“Oya?” Pipiku memerah
“Yeah”
“Eh, Serius??” wajahku semakin
memerah
“Enggalah ! liat tuh pipi lu udah
kaya tomat aja hahahaha”
“Sialan luuu” Jawabku sambil
melempar bola kertas ke arah Ricky
“ga kenaaa :pppp” ejek Ricky
“uhh, udah ah gue mau balik” Aku
berdiri sambil membenarkan posisi ranselku
“Gw anterin ya?”
“Ga ah” Tanpa menghiraukannya, aku
bergegas pergi menuju gerbang sekolah
Aku menaiki angkutan umum seperti
biasanya, dan hari ini.. aku berniat untuk mengunjungi Taman Mawar . Dibangku
yang sama, jam yang sama, tindakan yang sama dan suasana yang sama. Hening dan
berkabut.
“Mengapa suasana seperti ini yang
selalu aku dapatkan ditanggal 21?”
“Entahlaaah” sahut seorang lelaki
bertopi hitam yang menghampiriku
“Alfian?” Sahutku
“Ya” Jawab ia sambil membuka topi
yang ia kenakan
Aku berdiri dan bersiap untuk
bergegas pergi, tapi tiba-tiba ia memegang tangan dan menarikku kembali ke
tempat duduk semula.
“haaah” aku menghela nafas panjang
“Bellaura Anastasia, dengan sepenuh hati dan
seluruh isi jiwa dan ragaku, tolongg.. maafkan aku”
“Ga bosen minta maaf terus?”
Jawabku singkat
“Aku tak akan jera sampai kau
benar-benar memaafkanku, Ana..”
Hah, panggilan itu lagi, “Ana”
bukankah kita sudah putus?. Ucapku dalam hati
“Aku sudah memaafkanmu, lalu?
“Lalu, maukah kamu mendampingi
hidupku lagi?”
“In your dream” ucapku kecut.
Sebenarnya aku tidak ingin
mengucapkan kalimat ini kepadanya. Sungguh, aku masih mencintainya tapi, rasa
sakit itu terlalu sulit untuk dihapus bahkan besarnya cintaku padanyapun tak
mampu untuk menghapus rasa sakit itu.
“Laura!!” Sahut seseorang dari
arah jalan masuk utara Taman. Aku berdiri sambil menyambutnya menghampiriku,
Ricky..
“Siapa dia, Ana?” tanya Alfian
“Siapa dia? Well well well this
is my new boyfriend. Ricky, kenalin ini Alfian” Aku tau sebenarnya Ricky kebingungan dengan
kejadian saat ini tapi aku tau dia dapat menyesuaikannya
“Oh well, jadi ini yang sering
kamu ceritain Ra?
“Iya, dia, my ex-boyfriend yang
terhormat”
“Oww, kenalin, gue Ricky”
Tapi Alfian hanya tertunduk diam.
Aku tau apa yang ia pikirkan tapi aku ingin ia merasakan hal yang sama.
Setidaknya, walau hanya sedikit. Aku memeluk tubuh Ricky dengan mesra
“Sayang..” sahutku
“Ya sayang?”
“Please dont like him okay? I
love you”
“With my pleasure Nona, I love
you too” Ricky mengecup mesra tangan kananku.
“Jadi apa yang akan kamu lakukan
sekarang? Mengemis? Kasihan” gerutuku pada Alfian
Tapi ia tetap diam, aku tau dia
sakit melihat ini. Walau mungkin tak sesakit yang aku rasakan, tapi cukuplah.
“Aku pergi sekarang” Sampai aku
bergegas pergipun ia tak menatapku sama sekali !! oh Great.
***
Selama satu minggu aku tak
mengaktifkan handphoneku, tak memberi kabar apapun pada Ricky dan tak
menemuinya saat di sekolah. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Aku membuka
email dan mengecek pesan-pesan yang masuk hanyalah sebuah kalimat singkat “Temui aku jam 4 sore di Taman”, Sender :
Ricky
“Baiklah aku akan menemuinya”
Gumamku dalam hati. Aku akan berdandan secantik mungkin dan memakai gaun dengan
potongan khas eropa berwarna putih. Aku tak akan memakai baju kotak-kotak
kesukaanku dengan pasangan celana jeans
hitam panjang, kaos pendek ataupun sepatu tali dan atau semacamnya tapi
kali ini aku akan menunjukkan bahwa aku benar-benar berbeda. Dan itu akan
kupakai sebagai alasanku jika ia bertanya.. “Mengapa kau selama satu minggu
ini?” yeah jawaban yang cukup akurat untuk menawabnya. Sempurna!
Taman Mawar : 16.15
Aku menemuinya.. dari kejauhan
beberapa meter aku dapat melihatnya diam di bangku seperti biasa. Sore ini tak
seperti sore-sore sebelumnya yang mendung dan berkabut. Sore ini indah dengan
lembayung matahari yang menguning mewarnai sudut-sudut taman. Sore ini indah
dengan udara yang sejuk dan angin sepoi-sepoi. Aku menghampirinya..
“Hai Alfian” Aku menyapanya
dengan penuh semangat
“Hai” jawab Alfian singkat. Tapi
aku suka gayanya, sore ini. Ia terlihat cool dan memesona. Dan itu membuatku
sedikit tertarik dengannya. Aku duduk disampingnya dan memerhatikan
detail-detail wajahnya secara perlahan. “Sungguh dia sangat tampan” gumamku
dalam hati.
“Lu ngapain ngeliatin gw?” sahut
alfian. Aku sedikit terkejut dan malu.
“Ngeliatin lo? Siapa juga!”
belaku sambil berusaha menyembunyikan dua bola merah yang menempel dipipiku.
Sial, aku.. blushes!
Suasana yang tadinya dingin
perlahan mulai menghangat dengan percakapan tersebut.
“Jadi?” Tanyaku
“Jadi kenapa lu gak ngehubungin
gw selama ini?”
“Terus kalo gue ga ngehubungin
elo selama ini emang kenapa? Gue kan bukan cewe lo!”
Alfian terdiam. Mungkin ia
bingung dengan pertanyaanku. Tapi memang benar bukan? Kami hanya sebatas teman.
Tak kurang dan tak lebih.. Walau jujur, kedatangannya kedalam kehidupanku
membuatku sedikit warna dibanding hari-hari sebelum aku dekat dengannya.
“Laura..” Sahut Alfian diiringi
dengan nafas panjang, “aku mencintaimu..” Tatapan matanya mengarah tepat
kedalam tatapan mataku. Aku tak pernah melihatnya seserius ini.
“Eeh? Hmm” Aku terlihat salah
tingkah. “Gue tau ko lu pasti bercanda lagikan? hehe” ceringaiku sambil
berusaha untuk menutupi rasa salah tingkahku
“Laura.. Kali ini gue serius”.
Aku terdiam sejenak, bingung dan aku benar benar tidak tahu harus mengatakan
apa
“Gue.. gue harus pergi
sekarang!”. Entahlah tapi kalimat itu terlontar otomatis dari mulutku. Akupun
berdiri dan bersiap-siap tanpa menyembunyikan rasa panik yang sedang
menyelimuti tubuh dan perasaanku.
“Laura..” Ricky berdiri dan tanpa
ragu ia memelukku. Pelukannya terasa hangat sama seperti saat aku dan Alfian
berpelukan disini, ditempat yang sama. Ketika aku dan Alfian merayakan hari
jadi kami yang kedua tahun. Aku benar-benar luluh. Aku merasa.. Ricky adalah
tempat yang tepat untuk mengadu kasih setelah aku gagal menjalani hubungan itu
dengan Alfian. Ricky, aku.. aku benar-benar luluh.
“Aku..” jawabku
“Kau tak perlu menjawabnya, aku
akan bersamamu. Kali ini aku memaksa, percayalah padaku”.
Kalimat itu membuatku semakin
luluh terhadapnya. Bukankah ia adalah sosok seorang pria idaman? Berparas
tampan, manis dan sedikit berkumis tipis. Berpostur tinggi dan gagah. Seseorang
yang gentleman, sedikit misterius dan menawan.
Detik ini adalah saat-saat yang
tak dapat kupercayai. Aku tak pernah mengira lebih soal hubungan kami selama
ini. Setelah beberapa lama aku mengenalnya, aku tau dia memiliki kenangan yang
sama pedih denganku. Aku tau aku bukan cinta pertamanya, Ricky tak mudah untuk
menerima wanita yang datang pergi menghampirinya. Setidaknya.. dia memiliki
pendirian. Dan aku dapat melihatnya walau tak seutuhnya tapi.. Aku akan
berusaha mengenalnya lebih dalam!
Aku membalas mesra pelukan Ricky
dan aku benar-benar nyaman. Pelukannya semakin erat dan kami benar-benar
menikmati moment ini.
***
Aku tak pernah mengiyakan soal
itu. Aku hanya menjalani alur cerita yang ada dalam skenario hidupku saat ini.
Yang aku tahu, saat ini aku bersama Ricky, tanpa kepastian apapun kami
menjalani hubungan itu layaknya sepasang kekasih.
Detik jam terus bergulir aku
menuliskan cerita-ceritaku ke dalam diary. Aku pikir menuliskan semua yang
telah terjadi atau menuliskan sesuatu yang sedang aku rasa, aku pikirkan dan aku
nikmati saat ini menjadikan kesan tersendiri bagiku, nanti. Tiga hari semenjak
Ricky mengungkapkan perasaannya kepadaku, dia tak pernah menemuiku lagi. Mungkin
dia sibuk, entahlah.. dia tak menghubungiku sama sekali. Tapi aku tak terlalu
memikirkan itu. Yang terpenting bagiku sekarang adalah menjalani semua
rencanaku. Aku akan belajar keras untuk memasuki universitas Leiden di
Netherland tahun depan dan mengambil fakultas Social and Behavioural Sciences.
Disamping itu aku akan menemukan keluargaku dari garis keturunan Van Louyen.
Bukankah itu adalah rencana yang briliant?
Jalan Ardijaya : 14.15
Aku berjalan di sekitar komplek
Perumahan Baynes yang letaknya tak jauh dari sekolahku. Aku hanya mengikuti
kemana arah kakiku beranjak. Aku senang saat seperti ini. Berjalan sendiri
dalam keheningan diiringi suara kicau burung yang menghiasi nada yang masuk ke
telingaku. Bagiku itu adalah suatu kenikmatan, karna aku suka hening. Aku terus
berjalan menelusuri jalan Ardijaya dan larut dalam pikiranku tanpa memikirkan
keadaan sekitar. Sampai akhirnya terdengar suara seseorang memanggil namaku.
“Laura!” . Aku amat mengenali
suara itu.. Ricky. Aku segera membalikkan tubuh dan mengarah tepat ke arah
Ricky. Ia berlari menghampiriku, nafasnya sedikit tersengal-sengal. Sesampainya
dihadapanku ia menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya. Tanpa sepatah
katapun ia tetap berjalan sambil memegang tanganku. Ketika sampai disebuah
bangku Taman sekitar, ia berhenti dan menyuruhku untuk duduk disampingnya.
“Kamu ngikutin aku?” tanyaku
polos
“Aku nyariin kamu, ngerti?” jawab
Alfian
“Engga” jawabku singkat. Siang
ini ia terlihat begitu menyebalkan. Datang dan menghampiriku setelah 3 hari tak
bertemu dan ia tak memberitahuku alasannya kemana ia selama 3 hari ini.
“Kamu marah?” tanya alfian
“Engga” jawabku tetap singkat
“Kamu kangen?” lagi dan lagi
pertanyaan seperti itu yang terlontar dari mulutnya
“......” aku hanya terdiam tak
mampu menjawab pertanyaan konyol tersebut. Sedikit rasa rindu tapi.. aku malu
mengungkapkannya. “Ingat, jual mahal Lauraaa” gumamku dalam hati
“Oke, kalau gitu kamu kangen”
ucap Ricky dengan Pdnya
“Oya? Buktinya?”
“Buktinya sekarang pipi kamu
merah lagi hahahaha”
“Sial.. aku blushes lagi dan
lagi” ucapku dalam hati. “Ih apasih ga lucu tau. Udah ah aku mau pulang!”
gerutuku sambil berdiri dari bangku tempat ku duduk.
“A a, tidak bisa. Kau harus
mengikutiku hari ini. Untuk satu hari ini kau harus benar-benar menemaniku”
jawab Alfian
“Kenapa harus aku?”
“Karna kamu pacar aku. Karna aku
sayang kamu, karna aku..”
“Cukup. Baiklah, aku akan menemanimu. Jadi ?”
“Jadi, kita ketemu lagi disini
nanti. Tepat jam 7 malam, oke?”
“Emang kita mau kemana?”
“Ada deh, pokoknya dateng aja
dulu, oke?”
“ngg...” jawabku bingung
*****
to be continue hahahahaha