Berbicara itu memang
mudah bahkan terlalu mudah. Sehingga banyak orang munafik berada di dunia
ini. Termasuk “mungkin” aku. Kemunafikan
itu bagiku adalah hal lazim yang mudah ditemukan kapanpun. Mungkin karna saking
banyaknya orang mengidap penyakit ini. Andai itu nyata, mungkin dokter-dokter
dan suster-suster rumah sakit sudah kewalahan menangani patient yang mengidap
penyakit yang sama dengan penanganan yang sama pula.
Well, cukup. Sebenarnya
aku tidak ingin membahas hal ini. Aku hanya kalap saja dengan tingkah ayahku.
Kemunafikannya, kebohongannya, kepecundangannya dan ketidak bertanggung
jawabnya ia meninggalkan dan melantarkanku disini bersama Bunda. Ya, kami
berdua! Bagaimana tidak, semenjak aku lahir sampai aku beranjak 17 tahun diusiaku
ini, dia tak pernah mengeluarkan sedikit rintih suaranya ataupun hanya sekedar
menampilkan batang hidungnya dihadapanku! Rasa kecewa, geram dan benci sudah
tentu ada di benakku. Dia terlalu munafik untuk hanya mengucapkan janji suci di
pelaminan saat menikah dengan Ibuku. Dia terlalu pecundang untuk tidak
menemuiku saat aku lahir. Dan dia terlalu tak bertanggung jawab untuk
melantarkanku sebagai darah dagingnya sendiri. Dia tak memberikanku sedikit
saja kesempatan untuk merasakan kasih sayang seorang Ayah.
Aku pikir ini takdirku. Tuhan menciptakan
sebuah takdir untuk maha karyanya yang paling sempurna. Tertinggal juga cara
kita untuk menyikapinya. Termasuk aku, sebagai gadis remaja yang berkembang
menuju dewasa sudah seharusnya aku dapat menerima keadaan seutuhnya. Bagaimana
caraku untuk menghadapinya, menyikapinya dan menjalaninya. Sebuah pohonpun
dapat tetap berdiri kokoh diatas terjangan angin serta badai. Bagaimana tidak
seorang anak adam yang sempurna tak dapat melakukan hal yang sama? Dan aku
sebagai salah satu anak adam yang dituntut untuk sempurna akan melakukannya
dengan sempurna. Ada Tuhan disisiku, dan aku mempercayai-NYA untuk selalu
menjaga penuh kekuatanku. Fate is A God’s certainty, accept this and be grateful
=))