Tuesday 28 May 2013

Firasat


Beberapa orang percaya pada logika. Beberapa orang percaya pada firasat. Dan beberapa orang juga percaya pada keduanya. Logika dan firasat memang memiliki posisi yang sama pentingnya. Tapi Alia lebih memercayakan dirinya pada firasat. Dan firasat itu yang selalu membawa ingatannya pada Febrian. Firasatnya berkata bahwa sesosok lelaki manis sedang berjuang diluar sana untuk meminangnya. Dan Alia tahu bahwa lelaki dalam penantiannya itupun akan segera datang. Empat tahun mengunci hati demi sang pujaan hati. Alia menutup diri untuk siapapun itu lelaki yang datang padanya. Katanya, cinta sejati butuh penantian tak hanya menunggu, kesetiaanpun teruji disini. Alia selalu menanti kabarnya setiap hari dan selalu mengirimi surat untuk memastikan kabarnya. Meski hanya ada 4 buah surat balasan dalam 4 tahun. Alia tahu, bahwa Febrian akan segera datang. Ada beberapa kutipan surat yang selalu Alia ingat "Alia sayang, kepergianku tak akan berakhir menjadi kepergian yang abadi. Aku akan kembali untuk kebahagiaanku juga kebahagiaanmu". Dalam 4 tahun, lelaki itu hanya hidup dalam bayangannya. Tak jarang Alia mengharapkan kedatangannya dalam jangka waktu 3 bulan sekali. Tapi.. 4 tahun itu membuat dirinya benar-benar tak merasakan sosok Febrian disini. Dalam nyata, tak hanya mimpi atau bayang-bayang senja. Terkadang sosoknya yang mulai kabur membuat Alia jera dan putus asa. Akankah semua penantiannya berakhir pada pertemuan abadi yang akan membawanya pada pelaminan nanti ? 

***

Awan senja itu membentuk sebuah senyuman. Alia memerhatikan awan itu sampai angin membuyarkan bentuknya. Terpecah dan memisah bersama atmosfir-atmosfir langit. Desau angin meriuhkan suasana. Pohon-pohon itu bergerak kesana-kemari terbawa angin yang kencang. Daun-daunnya berguguran. Serbuk sari bunga-bunga matahari yang ada didepannya beterbangan. Alia masih setia berdiri ditemani alam yang sedang sibuk berekspresi. Langitnya menjadi merah, karna sang bola raksasa sudah mulai lelah. Ini waktunya untuk beristirahat karna tugasnya sudah selesai. Beberapa jam lagi sang bulan akan menggantikan posisinya untuk shift di malam hari. Tentunya untuk menjaga bumi agar tetap terang. 
"Aku ingin melihat matahari terbenam" ucap Alia pelan. Gravitasi membuatnya tetap berdiam di tempat. Memang, yang dilakukan Alia selalu berdiam. Tak berani untuk berpindah tapi berani untuk diam dan tetap tinggal pada sesosok pria yang sangat dicintainya. Banyak orang menyebut bahwa diam itu emas. Dan Alia percaya. Diam tak berarti tak melakukan sesuatu. Dan menunggu adalah sesuatu.
" Untuk Febrian dan untuk berapa lamapun jangka waktu yang diberikannya untukku. Aku akan tetap disini" 
Untuk seseorang yang sangat berarti, apapun rela dilakukan demi menjemput bahagia. Karna tak ada alasan untuk berhenti mencintai. Jika setia adalah pilihan dan pilihan terakhir adalah untuk setia mendampinginya dalam ada dan ketiadaan raganya. Alia akan tetap setia menunggu. Karna tak ada hal yang benar-benar mampu membuat Alia pergi dan berpaling dari Febrian. 
"Jika kekuatan cinta itu benar-benar ada. Dan kemampuanku untuk tetap menantimu. Mengapa saat ini sosokmu begitu banyak merasuki pikiranku?
Aku bahkan sangat mengkhawatirkanmu. Entah, mengapa rasa ini begitu tercampur aduk sehingga aku sulit untuk mengartikannya."
Air matanya mengalir, Alia berlari menuju hamparan bunga matahari. Hanya hamparan bunga-bunga cantik yang berwarna kuning dengan jumlah yang sangat banyak yang dapat dilihatnya sekarang. Bunga matahari itu semakin cantik ketika hembusan angin datang dan membuatnya menari-nari. Seolah-olah bunga-bunga itu sedang mengadakan konser istimewa untuk menghibur hati Alia yang sedang runyam. Alia tersenyum. Memperhatikan gerak-gerik bunga-bunga itu sambil menikmati setiap hembusan angin yang datang. Desau anginnya terdengar begitu riuh dan menyejukkan suasana. Alia menarik nafas dalam-dalam. Mencoba menenangkan hati dan perasaannya. Perlahan awan-awan dilangit berubah menjadi hitam. Pertanda alam akan menurunkan ribuan pasukan air untuk dijatuhkan ke bumi. Rintik-rintik hujan mulai membasahi pipi Alia. Menghapus jejak-jejak air mata pada wajahnya. 
" Febrian, aku sangat merindukanmu. Tidakkah kamu merasakan hal yang sama sepertiku? Lantas, jika iya, mengapa kamu tak kunjung datang dalam jangkauan pandanganku saat ini?"
Kata orang apapun yang kita lakukan pasti akan ada hasilnya. Dan Alia tetap pada pilihannya untuk menunggu Febrian. Karna ia yakin bahwa penantiaannya tak akan berakhir pada kekosongan. Alia percaya, firasatnya pasti benar dan tak hanya menjadi pertanda alam yang menggantungkan harapan. 
"Aku ingin kamu segera pulang.." Ucap Alia pelan. Dan tiba-tiba sebuah pelukan erat mendekap Alia dari arah belakang.
"Dan aku pulang.." Alia menghujam, terdiam sejenak lalu membalikkan tubuhnya. 
"Febrian.." Alia tak kuasa menahan air matanya dan langsung memeluk tubuh lelaki yang selama ini ia tunggu itu dengan sangat erat. Febrian membalas pelukannya. Mereka berpelukan ditengah hujan yang membasahi tubuh mereka berdua.
"Aku tau kamu akan kembali" 
"Tentu saja aku akan kembali untuk perempuan yang akan menjadi pendamping masa depanku" Febrian menghapus air mata Alia. Namun rintik hujan yang turun membuat Alia seolah tetap berair mata.
"Untuk membayar penantianmu, maukah Nona Alia Permata menjadi istriku?"
Sebuah anggukan pelan dari Alia menandakan penerimaan untuk Febrian. Kebahagiaan terlukis diatas air muka Alia. Memang benar kata orang, setiap usaha yang dilakukan tak akan pernah menjadi sia-sia. Dan kini Alia sadari semua firasat itu berasal dari Febrian.