Friday 13 September 2013

Di Balik Jendela


Kami berdua. Menyeruput segelas lemon tea hangat. Diiringi dengan percakapan dan gurauan manis. Sesekali matanya melihat ke arah jendela kaca berukuran raksasa. Menatap pemandangan sudut-sudut kota yang terlihat buram karna diguyur air hujan. 
"Sayang". Ucapnya.
"Ya?" jawabku.
"Aku pengen nanti kita punya rumah di tempat sejuk dan berkabut"
"Kayak Forks gitu?"
"Forks? Garpu?." Tanyanya dengan raut muka keheranan.
"Bukan sayang.. itu salah satu village di Amerika. Yang difilm Twilight itu loh" 
"Oww.. Aku kan gak pernah nonton Twilight"
"Padahal kan filmnya seru. Ada Robert Pattinsonnya." 
"Oh.. kenapa memangnya?"     
"Dia ganteng dan cool banget!." Jawabku dengan penuh semangat.
Dengan air muka sedikit kesal dia menjawab "Gantengan juga aku." Aku sedikit tersenyum simpul. "Iyaa deh, kamu yang paling ganteng. Oke, kembali ke topik. Jadi kenapa pengen punya rumah didaerah sejuk dan berkabut?"
"Berseni. Aku bisa melukis dengan tenang. Dan pasti penuh dengan inspirasi." 
"Oww.. begitu. Jadi nanti kamu mau melukis aku?"
Dia tersenyum. "Sekarang juga boleh.." Pipiku memerah. Aku menyeruput lemon tea hangat yang hampir dingin. Lalu aku melihatnya lagi sedang menatap keluar sana. Pemandangan yang semakin buram dibalik jendela yang berembun.

Bima. Namanya mirip dengan galaksi yang kita tempati; Bima Sakti. Tapi, nama kepanjangannya bukan sakti. Dia tak memiliki nama akhir. Hanya Bima. Seorang lelaki yang nyaris sempurna untuk aku yang tidak sempurna. Kami adalah korban dari peristiwa sahabat jadi cinta. Meski saat ini status aku dan Bima berpacaran tapi kami tetap menjalin persahabatan didalam hubungan spesial kami. Dan hubungan itu telah berlangsung 3 tahun menuju 4 tahun. 
Dia masih membiarkan matanya tertuju pada pemandangan buram didepannya. Sementara aku sibuk memerhatikan detail-detail wajahnya yang indah. Dia tampan, senyumnya manis. Hidungnya sedikit mancung mendekati besar. Sama besar dengan keinginannya menjadi pelukis kondang yang profesional. Dan aku adalah pecinta paling setia terhadap semua karyanya. Aku selalu membayangkan jika suatu hari nanti kami dapat meraih semua mimpi yang telah kami ukir. Menjadi manusia dengan impian-impiannya yang menjadi nyata. Siapa yang tidak bahagia?

Aku menyeruput lemon tea yang kini telah menjadi benar-benar dingin. Bima mengalihkan pandangannya kepadaku. Menatapku lekat-lekat. Aku sedikit salah tingkah tapi aku berusaha menutupinya.
"Sayang, lemon teanya udah dingin. Minum gih nanti gaenak." Ucapku santai. Dia tersenyum, sedikit cengegesan. "Kamu lucu." ucapnya singkat. "Lucu?." Tanyaku heran. "Iya, kamu gak bisa nutupin kalo lagi salah tingkah, sayang. Kita udah hampir 4 tahun sama-sama. Jadi.." sebelum Bima melanjutkan aku memotong kalimatnya "Jadi.. aku udah kenal kamu." Gelak tawa kecil terdengar renyah ditelinga kami. Rasanya semakin hangat. Dia menyeruput teh lemonnya. Dan lagi.. dia menatap ke arahku. Kali ini sedikit lebih serius.
"Alia.." sahutnya sedikit lirih.
"Kenapa sayang?"
"Maafin aku"
"Maaf kenapa?"
"Aku belum bisa bahagiain kamu sepenuhnya"
Aku tersenyum. Menyimpan sedikit jeda diantara percakapan kami yang mulai intim. "Kamu gak perlu minta maaf, sayang." ucapku melanjutkan. Dia terdiam sedikit menunduk. Kedua tangannya menjulur diatas meja. "Aku bahagia sama kamu. Dan dengan keadaan seperti inipun aku bahagia." Aku memegang erat kedua tangannya.
Sekarang dia meluruskan pandangannya. Membalas genggamanku dengan sangat erat.
"I love you"
"I love you too." Moment ini sejujurnya sedikit mengharukan. Tapi aku tak ingin ada air mata didalam pertemuan kami. Aku dan Bima menikmati waktu masing-masing saat ini. Termenung sesaat. Aku melihat ke arah jendela. Menikmati hujan dan keheningan sementara. Detik jam terus bergulir, keadaan semakin membeku. Sudah lima belas menit kami mengunci pembicaraan. Sampai akhirnya aku melihat bibirnya melontarkan sebuah kalimat.
"Bisakah kamu menutup matamu sebentar, Tuan Putri?" Ucapnya hangat. Mencairkan keadaan yang sempat membeku.
"Untuk apa?"
"Just close your eyes, honey"
"Hmm.. well.." Aku menutup kedua mataku.
"But, first.. you must promise me that you won't cheating"
"Iya sayaang." Aku masih menutup mataku. Pikiranku bekerja. Menerka-nerka apa yang hendak dilakukan oleh Bima. Tapi aku tetap pasrah pada keadaan sambil menunggunya mengucapkan aba-aba konfirmasi untuk acara pembukaan kedua mata.

Udara dingin semakin terasa. Ini pasti karena angin yang masuk melalui ventilasi diatas jendela sana. Aku memeluk badanku dengan kedua tangan. Suara rintik hujan menghiasi pendengaranku sehingga suara kasrak-kusruk yang ditimbulkan dari Bima tidak terdengar dengan jelas. Aku semakin penasaran dan menerka-nerka. Tapi aku pasrah saja. Sampai akhirnya..."Now, open your eyes." Mulutku sedikit ternganga. Mataku dengan jelas melihat pemandangan paling mengharukan yang pernah kulihat. Lukisan dibalik kaca dalam yang berembun. Menggambarkan seorang pria yang sedang mempersembahkan sebuah cincin kepada wanita  yang duduk didepannya. Selagi aku tertegun dengan lukisan instan yang mengagumkan itu. Tiba-tiba aku mendapati Bima berlutut dibawahku, mempersembahkan sebuah cincin persis seperti gambar yang baru saja dia lukis di jendela kaca yang berembun sambil berkata "Will you marry me?." Terharu. Aku menitikkan air mata dengan satu tangan menutup mulutku yang sedikit menganga. Sebuah anggukan mantap dariku menandai jawaban konfirmasi untuknya.
Lalu Bima meraih tanganku dan memasukkan sebuah cincin emas putih dengan bagian permata cantik ditengahnya ke dalam jari manisku. Lalu aku memeluknya. Masih dengan berlinang air mata. Bima membalas pelukanku dan mengusap jejak air mata di pipiku. 
"Jadi, kapan kita akan menikah?."
"Secepatnya." Jawabku.
Begitulah sore itu berjalan. Dibalik jendela yang berembun. Dengan hujan dan juga cinta.

Sunday 8 September 2013

You Make My Dream Comes True [Video]


Gak sengaja bikin ini. Awalnya karna kangen sama pacar. Jadi aja gini. 
Ahaha just for fun! :D