Tulisan tersurat ini penuh dengan siratan dan juga ungkapan yang tak kuasa diungkapkan. Dua tahun yang lalu, di bulan ke sembilan yang khas dengan keceriaannya, aku berada di posisi paling tersudut dan terisolasi. Terbuang, terkulai dalam ketakberdayaan yang digerogoti oleh kegelapan. Ya, tujuh ratus dua puluh hari telah berlalu. Sumpah serapah yang berisi lontaran karma saat itu sudah tertutup rapat.
_____Pengkhianatan yang begitu sukses meremukkan seluruh jiwa ragaku telah mati. Tak ada lagi air mata. Tak adalagi pengharapan yang berujung pada kekosongan. Semua penderitaan kejam itu telah berlalu. Aku turut serta memeriahkan September Ceria secara nyata. Sementara.
_____Pengkhianatan yang begitu sukses meremukkan seluruh jiwa ragaku telah mati. Tak ada lagi air mata. Tak adalagi pengharapan yang berujung pada kekosongan. Semua penderitaan kejam itu telah berlalu. Aku turut serta memeriahkan September Ceria secara nyata. Sementara.
Hari ini di awal bulan September, aku kembali berduka. Kembali terisolasi dalam kesendirian dalam artian benar-benar sendiri. Dalam kasus yang sama tapi beda. Bukan soal pengkhianatan tapi pengertian. Hubungan yang telah berjalan enam belas bulan ini patut untuk dipertanyakan. Mungkinkah kita dapat bertahan?
Mari kita luruskan. Dalam persepsi sama diantara aku dan kamu adalah sama. Untuk frekuensi biasanya. Tapi, biasanya tak selalu sama, dan kutemukan perbedaan itu hari ini. Ketidakpahaman antara jenuh, penat, atau bosan membuatku mengolah kejadian demi kejadian. Satu tahun berada dalam hubungan jarak jauh membuatku terbiasa akan keterbatasan waktu dan tempat yang kita miliki. Membuatku paham bahwa cinta memang membutuhkan pengorbanan dan juga perjuangan untuk mempertahankan. Lalu apa yang terjadi? kita berhasil! kita berhasil melewati itu, sayang. Melewati semua perbedaan, segala terpaan dari luar dan juga dalam. Sesuai rencana, sesuai impian. Namun, tidakkah kamu berpikiran sama bahwa kita dapat melewati fase selanjutnya dalam hubungan yang serba berbatas ini?
_ Dalam pemahaman kita satu sama lain, yang selalu sibuk masing-masing. Akankah hal serupa akan terlewati dengan lamanya waktu yang tak kita ketahui?
Aku mempertanyakan kesanggupan akan segala perbedaan, kepenatan yang pasti akan datang, dan segala hal lain yang mengguncangkan ketangguhan hubungan. Roda waktu terus berputar, dalam naungan penuh cemas Tuhan berkehendak lain. Kita yang dulu dekat lalu terpisah, kini didekatkan kembali. Betapa bahagianya aku dengan berita itu. Lalu aku dan kamu merayakannya dengan serangkaian mimpi yang akan diraih dan dilakukan bersama-sama. Bersorak ceria menyatakan bahwa pemberian kebersamaan dari yang Maha Kuasa ini tak akan terbuang sia-sia.
_____Rupanya mimpi yang berupa titik terang itu mulai meredup. Karena ketidakpastian akan pencapaiannya. Semua keadaan perlahan berubah secara signifikan. Dalam kebersamaan kami tidak benar-benar bersama. Sibuk dan tenggelam di dunia masing-masing. Seperti biasa yang tidak biasanya. Dalam artian yang lagi, berbeda. Dan kini aku paham mengapa persamaan dalam matematika selalu menghasilkan angka yang berbeda.
______Aku. Berada dalam titik terendah dalam upaya mempertahankan. Terlarut dalam keegoisan dan tak mau tahu. Aku lelah untuk terus berada di dalam kondisi seperti ini. Sibuklah kamu dengan duniamu. Tanpa harus mengabarkanku. Tanpa menuntut perhatian dan pengertian. Dan biarkan aku benar-benar sendiri, juga dengan duniaku dan kesenyapan yang aku miliki, yang tak akan pernah kamu tahu bagaimana menempati kesenyapan itu. Tetaplah bersama keluguan dan kata maafmu yang hanya maaf saja. Juga perjuanganmu yang hanya sebatas kata saja.
______Setidaknya aku paham bahwa yang dulu tak akan pernah menjadi sekarang. Jauh tak selalu memisahkan, dekat tak selalu mendekatkan. Sama tak akan selamanya menjadi sama. Api yang membara perlahan akan menjadi padam. Kini, hanya tinggal kunikmati saja suasana ini secara hikmad dan bijaksana.
______Dan.
______Untuk Septemberku yang ceria,
______Aku tidak mengerti darimana keceriaan itu datang di bulan ini.