Saturday, 9 February 2013

#Kisah Waktu

Sebenarnya ini adalah naskah setengah jadi yang tadinya mau diselesaikan dan dikirimkan ke Plotpoint, tapi enggak jadii.. gara-gara buntu inspirasi dan waktu itu sibuk UTS. Oh iya, #kisahwaktu ini menceritakan kehidupan asli kita. Jadi cerita yang dibuat para pengirim naskah itu non fiktif. Dan, ini cerita-setengah-bahkan-seperempat-jadi saya : Selamat menikmati :)


"“Aku ini sudah 17 tahun aku sudah cukup umur untuk mengetahuinya” ucapku lantang
“Tapi ini bukan waktu yang tepat, sayang”jawabnya sambil berusaha menenangkanku
“Apa semua hal yang akan diutarakan harus menunggu waktu yang tepat? Sampai kapan?”
Ibu terdiam. Dia membisu untuk yang keseribu. Akupun pergi beranjak dari kamarku. Menahan rasa kesal dan amarah yang selama ini terpendam.
“ Mengapa dia selalu menyembunyikan rahasianya yang juga secara-tidak-langsung menjadi rahasiaku?”
“Ayah, sebenarnya kau ini siapa? Mengapa wujudmu begitu samar untuk dilihat?”.  Pertanyaan yang seringkali terlintas dalam otakku. Rasa penasaran yang kian hari kian menggebu membuatku ingin segera mengetahui seluk-beluk hidupku di masa lalu. 

Aku tak bisa terus hidup seperti ini. Tanpa mengenali ayah kandung sendiri. Tanpa pernah mengenali sosok dan raut wajahnya. Ah, jangankan untuk melihat raut wajahnya, sedangkan dia saja tak pernah mengeluarkan sedikit rintih suaranya ataupun hanya sekedar menampilkan batang hidungnya dihadapanku! Dia sama sekali tak meninggalkan bekas apa-apa. Kecuali aku dan Ibuku.

Berkali-kali aku bertanya soal kejelasan tentang ayahku. Berkali-kali itu juga aku mendapatkan jawaban yang sama. “Ayahmu pergi”, mungkin tanpa permisi. Entahlah, aku tak sempat melihat wajahnya bahkan ketika aku lahir. Jadi aku ini bayi yang terlahir tanpa si ayah. Menyedihkan. Pernah sampai disuatu siang bolong yang melolong. Pembicaraan yang sifatnya agak resmi dan berinti antara aku dan Ibuku. Informasi yang aku dapatkan dari percakapan yang sifatnya resmi tersebut. Ayah pergi meninggalkan Ibu lalu bercerai. Lalu Ayah benar-benar menghilang. Dan setelah itu, cerita menggantung. Titik

Terkadang aku selalu mengidentikkan diriku sebagai gadis yang malang. Gadis yang merasa haus akan kasih sayang. Gadis yang tinggal dalam sejuta perasaan yang tak bisa diungkapkan secara utuh, karena, banyak pikiran-pikiran yang melayang-layang. Terkadang pula aku melihat pemandangan dihadapanku. Sebuah keluarga bahagia dengan kondisi yang sempurna. Terkadang aku iri melihatnya. Mungkin, hidup ini  indah, bagi sebagian orang. Tanpa takdir yang perih yang membuat sebagian orang itupula merintih. Mungkin, suatu hari nanti aku akan dapat seperti mereka. Mendekap mesra bersamaan, satu keluarga utuh. Ayah, Ibu, Kakak, Adik. Sempurna.

Pernah sampai disuatu sore yang dituruni air berupa jarum-jarum yang tajam. Jantungku menghujam, terasa sesak. Aku tak kuasa lagi menahan air mata yang sudah dari tadi bersembunyi dibalik kelopak mataku. Tertegun terdiam meratapi nasib seperti orang yang kehilangan arah. Lalu keadaan itu berlanjut hingga tengah malam. Keadaan hening, detik jam terus bergulir dan namun tetap hening. Aku tetap diam, meredam sunyi yang mengatur keadaan semakin hening. Seperti hampa, seperti tak ada kehidupan. Seolah-olah aku siap mati.

Aku melihat ke arah jendela, tirai yang masih terbuka lebar membuatku leluasa untuk menatap langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang genit yang saling berkelap-kelip. Mereka begitu indah. Menghasilkan cahaya sendiri dan rela untuk terpampang di etalase raksasa langit malam demi menerangi seisi bumi. Dan aku termenung.
***
Rumahku yang kebetulan terletak di daerah kawasan Puncak membuatku mudah mengunjungi tempat-tempat wisata. Rasanya aku mengetahui dan tahu benar jalan pelok-pelok menuju Puncak. Suatu pagi di hari Minggu aku bertekad untuk jogging, menikmati setiap helai udara segar yang kuhirup ditambah dengan pemandangan kebun teh yang memesona dan menguntit mentari pagi yang baru saja sumringah dari tidur malamnya. Sudah lama tak kudapatkan suasana seperti ini. Begitu tenang, rasanya seperti semua permasalahan yang terekat di dalam otakku tiba-tiba musnah. Aku seperti mendapatkan energi-energi positif yang dihasilkan dari elektron-elektron yang bergerak melalui penghantar.  

Menggantung ya ceritanya, karna ini aslinya masih pembuka banget. Hehe judulnya aja belum ada -__-






No comments:

Post a Comment