Sebenarnya ini adalah naskah setengah jadi yang tadinya mau diselesaikan dan dikirimkan ke Plotpoint, tapi enggak jadii.. gara-gara buntu inspirasi dan waktu itu sibuk UTS. Oh iya, #kisahwaktu ini menceritakan kehidupan asli kita. Jadi cerita yang dibuat para pengirim naskah itu non fiktif. Dan, ini cerita-setengah-bahkan-seperempat-jadi saya : Selamat menikmati :)
"“Aku ini sudah 17 tahun aku sudah cukup umur untuk mengetahuinya” ucapku lantang
“Tapi ini bukan
waktu yang tepat, sayang”jawabnya sambil berusaha menenangkanku
“Apa semua hal
yang akan diutarakan harus menunggu waktu yang tepat? Sampai kapan?”
Ibu terdiam. Dia
membisu untuk yang keseribu. Akupun pergi beranjak dari kamarku. Menahan rasa
kesal dan amarah yang selama ini terpendam.
“ Mengapa dia
selalu menyembunyikan rahasianya yang juga secara-tidak-langsung menjadi
rahasiaku?”
“Ayah, sebenarnya
kau ini siapa? Mengapa wujudmu begitu samar untuk dilihat?”. Pertanyaan yang seringkali terlintas dalam
otakku. Rasa penasaran yang kian hari kian menggebu membuatku ingin segera
mengetahui seluk-beluk hidupku di masa lalu.
Aku tak bisa
terus hidup seperti ini. Tanpa mengenali ayah kandung sendiri. Tanpa pernah
mengenali sosok dan raut wajahnya. Ah, jangankan untuk melihat raut wajahnya,
sedangkan dia saja tak pernah mengeluarkan sedikit rintih suaranya ataupun
hanya sekedar menampilkan batang hidungnya dihadapanku! Dia sama sekali tak
meninggalkan bekas apa-apa. Kecuali aku dan Ibuku.
Berkali-kali aku
bertanya soal kejelasan tentang ayahku. Berkali-kali itu juga aku mendapatkan
jawaban yang sama. “Ayahmu pergi”, mungkin tanpa permisi. Entahlah, aku tak
sempat melihat wajahnya bahkan ketika aku lahir. Jadi aku ini bayi yang
terlahir tanpa si ayah. Menyedihkan. Pernah sampai disuatu siang bolong yang
melolong. Pembicaraan yang sifatnya agak resmi dan berinti antara aku dan
Ibuku. Informasi yang aku dapatkan dari percakapan yang sifatnya resmi
tersebut. Ayah pergi meninggalkan Ibu lalu bercerai. Lalu Ayah benar-benar
menghilang. Dan setelah itu, cerita menggantung. Titik
Terkadang aku
selalu mengidentikkan diriku sebagai gadis yang malang. Gadis yang merasa haus
akan kasih sayang. Gadis yang tinggal dalam sejuta perasaan yang tak bisa
diungkapkan secara utuh, karena, banyak pikiran-pikiran yang melayang-layang. Terkadang
pula aku melihat pemandangan dihadapanku. Sebuah keluarga bahagia dengan
kondisi yang sempurna. Terkadang aku iri melihatnya. Mungkin, hidup ini indah, bagi sebagian orang. Tanpa takdir yang
perih yang membuat sebagian orang itupula merintih. Mungkin, suatu hari nanti
aku akan dapat seperti mereka. Mendekap mesra bersamaan, satu keluarga utuh.
Ayah, Ibu, Kakak, Adik. Sempurna.
Pernah sampai
disuatu sore yang dituruni air berupa jarum-jarum yang tajam. Jantungku
menghujam, terasa sesak. Aku tak kuasa lagi menahan air mata yang sudah dari
tadi bersembunyi dibalik kelopak mataku. Tertegun terdiam meratapi nasib
seperti orang yang kehilangan arah. Lalu keadaan itu berlanjut hingga tengah
malam. Keadaan hening, detik jam terus bergulir dan namun tetap hening. Aku
tetap diam, meredam sunyi yang mengatur keadaan semakin hening. Seperti hampa, seperti
tak ada kehidupan. Seolah-olah aku siap mati.
Aku melihat ke
arah jendela, tirai yang masih terbuka lebar membuatku leluasa untuk menatap
langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang genit yang saling berkelap-kelip.
Mereka begitu indah. Menghasilkan cahaya sendiri dan rela untuk terpampang di etalase
raksasa langit malam demi menerangi seisi bumi. Dan aku termenung.
***
Rumahku yang
kebetulan terletak di daerah kawasan Puncak membuatku mudah mengunjungi
tempat-tempat wisata. Rasanya aku mengetahui dan tahu benar jalan pelok-pelok
menuju Puncak. Suatu pagi di hari Minggu aku bertekad untuk jogging, menikmati setiap helai udara
segar yang kuhirup ditambah dengan pemandangan kebun teh yang memesona dan
menguntit mentari pagi yang baru saja sumringah dari tidur malamnya. Sudah lama
tak kudapatkan suasana seperti ini. Begitu tenang, rasanya seperti semua
permasalahan yang terekat di dalam otakku tiba-tiba musnah. Aku seperti
mendapatkan energi-energi positif yang dihasilkan dari elektron-elektron yang
bergerak melalui penghantar.
Menggantung ya ceritanya, karna ini aslinya masih pembuka banget. Hehe judulnya aja belum ada -__-
No comments:
Post a Comment